Rabu, 23 Januari 2008

kematian-benazir-bhutto-dan-masa-depan-pakistan

kematian-benazir-bhutto-dan-masa-depan-pakistan

Mengomentari kematian Benazir Bhutto memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya negara Pakistan dan pergolakan politik antara kaum sekuler nasionalis negeri tersebut dengan aktivis Islam yang menuntut pemberlakuan syariat Islam secara kaafah.

Pakistan yang didirikan pada tahun 1947 adalah negara Islam, dimana Al-Qur`an dan Sunnah ditetapkan sebagai sumber hukum tertinggi negara. Masyarakat Pakistan yang mayoritas Islam memiliki nilai historis dan emosional dengan syariat Islam serta selalu menyambut positif segala kegiatan yang bermotivasikan Islam.

Negara Pakistan berhasil dibentuk dengan semangat ideologi Islam setelah melalui perjuangan dakwah dan jihad. Kaum muslimin mengenal ulama dan pemikir Islam Pakistan yang gigih memperjuangkan penerapan syariat Islam seperti Abul ‘Ala Al Mauddui, Muhammad Iqbal, Muhammad Ali Jinah, juga Zia Ul-Haq, mantan Presiden Pakistan.

Sayangnya, idealisme negara Islam masih menjadi pertanyaan besar dan menjadi bahan perdebatan serta tarik menarik antara kaum sekuler nasionalis dengan aktivis Islam. Sebagian orang masih mempertanyakan, eksistensi keislaman dalam masyarakat Pakistan sebagaimana yang dicita-citakan founding father Muhammad Ali Jinnah, dan lain-lain. Ironis, kata Zia ul Haq, salah seorang Presiden Pakistan yang giat mengkampanyekan syariat Islam secara kaafah di negerinya, dalam sebuah negara yang mengklaim diri sebagai negara Islam, tapi masyarakatnya malu berbicara tentang Islam.

Pakistan sejak awal didirikan sebagai ekpresi dari keinganan masyarakat muslim India untuk memiliki independensi identitas dan mental dari tekanan mayoritas Hindu. Mereka ingin mewujudkan idealisme Islam dalam sebuah negara. Ide ini semakin menguat setelah Muhammad Iqbal memimpin Muslim League pada tahun 1930. Dia menyerukan pendirian negara Muslim yang akan meliputi Punjab, Sind, provinsi perbatasan sebelah barat daya dan Baluchistan. Sejak berdirinya negara Pakistan, Ali Jinnah sudah menegaskan bahwa dakwah Islam akan memungkinkan negara baru ini untuk bangkit dan mampu saling bahu membahu dengan negara yang kuat.

Dalam sejarahnya, Pakistan merasakan dipimpin oleh seorang Presiden yang bersemangat untuk menerapkan syariat Islam secara kaafah. Dia adalah Muhammad Zia Ul-Haq. Beliau dilahirkan pada tanggal 12 Agustus 1924, dua puluh tiga tahun sebelum berdirinya negara Pakistan, dalam keluarga kelas menengah sederhana dari suku Arain di Jullundur. Keluarganya telah menanamkan pandangan dan nilai-nilai Islamiah yang dinamakan dengan istilah orang-orang ‘syurafaa‘ (mulia) dalam dirinya.

Kekuasaan Zia pada dasarnya ingin mengembalikan Pakistan pada cita-cita para pendirinya membangun negara Islam. Zia punya keyakinan bahwa sebuah negara tidak mungkin bertahan hidup tanpa berpegang teguh pada akidah dasarnya (basic creed) Akidah dasar atau ideologi ini tidak bisa diganti seperti mengganti pakaian yang cenderung berganti dari masa ke masa mengikuti kemajuan mode sebab akidah itu bagaikan jiwa bagi badan. Tanpa jiwa, badan hanyalah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Zia Ul-Haq memimpin atau menjadi presiden Pakistan lewat sebuah kudeta tak berdarah, menumbangkan pemerintahan Zulfikar Ali Bhutto, ayah Benazir Bhutto yang sebelumnya memimpin Pakistan dengan faham sekuler nasionalis. Setelah berhasil menumbangkan pemerintahan Bhutto, Zia menyampaikan pidato nasional dimana dia menyampaikan alasannya melakukan kudeta. “Ketika pemimpin politik gagal menyelematkan negara dari krisis adalah dosa besar yang tak terampuni apabila kekuatan militer hanya duduk menonton berpangku tangan. Inilah alasan untama mengapa pihak militer melakukan intervensi.”

Dia juga menegaskan bahwa tujuan utamanya melakukan kudeta bukan karena ambisi politik atau militer ingin dijauhkan diri dari tugas kemiliteran. Saya telah menerima tantangan ini sebagai prajurit Islam yang sejati. Tujuan murni saya hanya ingin mengorganisir pemilihan yang adil dan bebas yang akan diadakan pada bulan Oktober tahun ini.”

Akhirnya, prajurit Islam sejati ini benar-benar membuktikan diri sebagai prajurit sejati. Pada tanggal 2 Desember 1978 bertepatan dengan 1 Muharram 1399 Hijriah, dia menyampaikan pidato penerapan Nizam al-Islam kepada rakyat secara resmi.

Namun, semangat dan keterusterangan Zia Ul-Haq mendapat tantangan serius dari para Jenderal Sekuler Pakistan. Pemerintahan Muhammad Zia Ul-Haq yang baru berjalan 11 tahun tersebut (mulai Juli 1977 s/d Agustus 1988) diguncang sebuah operasi militer yang ditengarai dibuat oleh Amerika dan Badan Intelejen Pakistan. Beliau dibunuh dalam sebuah penerbangan kapal terbang pada tanggal 17 Agustus 1988. Dan sejak saat itu, para jenderal sekuler negeri itu berlomba mengkudeta konstitusi Pakistan yang bermaksud menerapkan syariat Islam secara kaafah tersebut. Kudeta militer telah terjadi berkali-kali, termasuk naiknya Jenderal Pervez Musharraf menjadi Presiden Pakistan adalah melalui kudeta militer di tahun 1999.

Apa yang dilakukan Pervez Musharraf, juga lawan politik Benazir Bhutto tidaklah jauh berbeda, yakni memusuhi Islam dan mujahidin. Serangan Pervez Musharraf di Lal Masjid (Masjid Merah) hanya disebabkan karena mereka, kaum muslimin di Masjid LAL memiliki keberanian untuk menyuarakan penegakan Syari’ah dan karena mereka secara fisik mencegah kemungkaran di tengah masyarakat Pakistan, yang seharusnya menjadi pekerjaan Musharraf yang gagal dilaksanakannya.

Hal ini pulalah, yakni memusuhi Islam dan kaum muslimin (mujahidin) yang secara konsisten disuarakan oleh Benazir Bhutto. Jadi, selain dia adalah seorang Syi’ah, Benazir Bhutto jelas-jelas mendukung dan komitmen kepada syirik demokrasi dan anti kepada syariat Islam dan memusihi Ahlut Tauhid dan para Mujahidin.

Dengan demikian meskipun sebagian pendukung Benazir Bhutto di Iran, Pakistan, dan Iraq dan beberapa negeri muslim sekarang sedang meratap menangisi kematiannya, maka sebenarnya seorang Ahlut Tauhid, seorang muslim yang sejati dan memiliki Al Wala’ wal Baro’ yang lurus sedang bersuka cita dengan kematian salah satu pemimpin tawaghit ini.

Bahkan kematian Benazir Bhutto seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pemimpin di seluruh dunia, terutama pemimpin-peminpin negeri-negeri kaum muslimin, apakah dia lebih memilih untuk menerapkan hukum-hukum sekuler kufur dan dengan begitu dia akan mendapat ridho dari Amerika dan sekutu-sekutunya. Atau dia lebih memilih untuk menerapkan syari’at Islam, hukum Allah SWT yang tidak hanya akan menyelamatkannya di dunia dan akhirat akan tetapi juga menyelamatkan masyarakat dan bangsanya bahkan menyelamatkan seluruh penduduk di muka bumi ini. Karena Islam adalah Rahmatan lil ‘Alamein.

Wallahu’alam bis showab!

29 Desember 2007

By: M. Fachry

International Jihad Analysis
Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media

sumber: http://www.arrahmah.com/blog/detail/kematian-benazir-bhutto-dan-masa-depan-islam-di-pakistan/

DIarsipkan di bawah: dunia islam

Tidak ada komentar: