Senin, 25 Februari 2008

Berdebat Tanpa Ilmu

Berdebat Tanpa Ilmu 


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلاَ هُدًى وَلاَ كِتَابٍ مُنِيْرٍ. ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَنُذِيْقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيْقِ. ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللهَ لَيْسَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya dengan memalingkan lambungnya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Ia mendapat kehinaan di dunia dan di hari kiamat. Kami merasakan kepadanya adzab neraka yang membakar. (Akan dikatakan kepadanya): ‘Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya’.” (Al-Hajj: 8-10)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat

ثَانِيَ عِطْفِهِ

“Memalingkan lambung atau lehernya.” Ini merupakan gambaran bahwa dia tidak menerima dan berpaling dari sesuatu.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan: “Ia menyombongkan diri dari kebenaran jika diajak kepadanya.”

Mujahid, Qatadah, dan Malik dari Zaid bin Aslam mengatakan: “Memalingkan lehernya, yaitu berpaling dari sesuatu yang dia diajak kepadanya dari kebenaran, karena sombong.” Seperti firman-Nya:

وَفِي مُوْسَى إِذْ أَرْسَلْنَاهُ إِلَى فِرْعَوْنَ بِسُلْطَانٍ مُبِيْنٍ. فَتَوَلَّى بِرُكْنِهِ وَقَالَ سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ

“Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir’aun dengan membawa mukjizat yang nyata. Maka dia (Fir’aun) berpaling (dari keimanan) bersama tentaranya, dan berkata: ‘Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila’.” (Adz-Dzariyat: 38-39)

Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullahu berkata: “Yang benar dari penafsiran tersebut adalah dengan mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang yang mendebat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala ini tanpa ilmu, bahwa itu karena kesombongannya. Jika diajak kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia berpaling dari yang mengajaknya, sambil memalingkan lehernya dan tidak mau mendengar apa yang dikatakan kepadanya dengan berlaku sombong.” (Tafsir At-Thabari)

لِيُضِلَّ

“Untuk menyesatkan.” Ada yang mengatakan bahwa huruf lam dalam ayat ini adalah menjelaskan tentang akibat. Maknanya yaitu yang berakibat dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Qurthubi rahimahullahu dalam tafsirnya. Adapula yang mengatakan bahwa huruf lam tersebut sebagai ta’li, yang berarti bertujuan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. (lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Qurthubi)

Penjelasan Makna Ayat

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu tatkala menjelaskan ayat ini, mengatakan:

“Perdebatan tersebut bagi seorang muqallid (yang mengikuti satu perkataan tanpa dalil). Perdebatan ini berasal dari setan yang jahat yang menyeru kepada berbagai bid’ah. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa dia mendebat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara mendebat para rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para pengikutnya dengan cara yang batil dalam rangka menggugurkan kebenaran, tanpa ilmu yang benar dan petunjuk. Dia tidak mengikuti sesuatu yang membimbingnya dalam perdebatannya itu. Tidak dengan akal yang membimbing dan tidak pula dengan seseorang yang diikuti karena hidayah. Tidak pula dengan kitab yang bercahaya, yaitu yang jelas dan nyata. Dia tidak memiliki hujjah baik secara aqli maupun naqli, namun hanya sekedar menampilkan syubhat-syubhat yang dibisikkan oleh setan kepadanya. (Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman):

وَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوْكُمْ

“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” (Al-An'am: 121)

Bersamaan dengan itu, dia memalingkan lambung dan lehernya. Ini merupakan gambaran tentang kesombongannya dari menerima kebenaran serta menganggap remeh makhluk yang lain. Dia merasa bangga dengan apa yang dia miliki berupa ilmu yang tidak bermanfaat, serta meremehkan orang-orang yang berada di atas kebenaran dan al-haq yang mereka miliki. Akibatnya, dia menyesatkan manusia, yaitu dia termasuk ke dalam penyeru kepada kesesatan. Termasuk dalam hal ini adalah semua para pemimpin kufur dan kesesatan. Lalu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) menyebutkan hukuman yang mereka dapatkan di dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ

“baginya di dunia kehinaan.” Yaitu, dia akan menjadi buruk di dunia sebelum di akhirat.

Dan ini termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menakjubkan, di mana tidaklah engkau mendapati seorang da’i yang menyeru kepada kekafiran dan kesesatan melainkan dia akan dimurkai di jagad raya ini. Ia mendapatkan laknat, kebencian, celaan, yang berhak ia peroleh. Setiap mereka tergantung keadaannya.

وَنُذِيْقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيْقِ

“Dan Kami akan merasakan kepadanya pada hari kiamat adzab neraka yang membakar.”

yaitu Kami akan menjadikan dia merasakan panasnya yang dahsyat dan apinya yang sangat panas. Hal itu disebabkan apa yang telah dia amalkan. Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berlaku dzalim terhadap hamba-hamba-Nya. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan keadaan orang-orang sesat yang jahil dan hanya bertaqlid dalam firman-Nya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيْدٍ

“Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat.” (Al-Hajj: 3)

Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut dalam ayat ini keadaan para penyeru kepada kesesatan dari tokoh-tokoh kekafiran dan kesesatan. Yaitu, di antara manusia ada yang mendebat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tanpa ilmu, tanpa hidayah, dan tanpa kitab yang bercahaya, yaitu tanpa akal sehat dan tanpa dalil syar’i yang benar dan jelas. Namun hanya sekedar akal dan hawa nafsu. (Tafsir Ibnu Katsir)

Terjadi perselisihan di kalangan para ulama tentang siapa yang dimaksud dalam ayat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah An-Nadhr bin Al-Harits dari Bani Abdid Dar, tatkala dia berkata bahwa para malaikat ini merupakan anak-anak perempuan Allah. Adapula yang mengatakan yang dimaksud adalah Abu Jahl bin Hisyam, dan ada lagi yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Akhnas bin Syuraiq. Namun ayat ini mencakup setiap yang mendebat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berakibat menolak kebenaran dan menjauhkan manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dia orang kafir, munafik, atau dari kalangan ahli bid’ah.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma tatkala beliau menjelaskan makna “ia memalingkan lehernya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah”: “Dia adalah ahli bid’ah.” (lihat Tafsir Al-Qurthubi)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “mendebat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tanpa ilmu” ini merupakan celaan terhadap setiap orang yang mendebat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ilmu. Juga merupakan dalil yang menunjukkan bolehnya (berdebat) bila dengan ilmu, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibrahim ‘alaihissalam dengan kaumnya.” (Majmu’ Fatawa, 15/267)

Berdebat, antara yang Boleh dan yang Terlarang

Terdapat nash-nash yang menjelaskan tentang tercelanya berdebat dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللهِ إِلاَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَلاَ يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلاَدِ

“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu.” (Ghafir: 4)

dan firman-Nya:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِي آيَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِنْ فِي صُدُوْرِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيْهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Ghafir: 56)

Telah diriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلىَ اللهِ اْلأَلَدُّ الْخَصِمُ

“Orang yang paling dibenci Allah adalah yang suka berdebat.” (Muttafaq Alaihi)

Juga dari hadits Abu Umamah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوا الْجَدَلَ. ثُمَّ تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ اْلآيَةَ: {مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ}

“Tidaklah tersesat satu kaum setelah mendapatkan hidayah yang dahulu mereka di atasnya, melainkan mereka diberi sifat berdebat.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ

“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (Az-Zukhruf: 58) [HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ no. 5633]

Abdurrahman bin Abiz Zinad berkata: “Kami mendapati orang-orang yang mulia dan ahli fiqih -dari orang-orang pilihan manusia- sangat mencela para ahli debat dan yang mendahulukan akalnya. Dan mereka melarang kami bertemu dan duduk bersama orang-orang itu. Mereka juga memperingatkan kami dengan keras dari mendekati mereka.” (lihat Al-Ibanah Al-Kubra 2/532, Mauqif Ahlis Sunnah, Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili 2/591)

Demikian pula Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Pokok-pokok ajaran As-Sunnah menurut kami adalah: berpegang teguh di atas metode para sahabat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengikuti mereka, dan meninggalkan bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan meninggalkan pertengkaran serta duduk bersama pengekor hawa nafsu, juga meninggalkan dialog dan berdebat serta bertengkar dalam agama ini.” (Syarh Al-Lalika`i, 1/156, Mauqif Ahlis Sunnah, Ar-Ruhaili 2/591)

Wahb bin Munabbih rahimahullahu berkata: “Tinggalkan perdebatan dari perkaramu. Karena sesungguhnya engkau tidak akan terlepas dari menghadapi salah satu dari dua orang: (1) orang yang lebih berilmu darimu, lalu bagaimana mungkin engkau berdebat dengan orang yang lebih berilmu darimu? (2) orang yang engkau lebih berilmu darinya, maka bagaimana mungkin engkau mendebat orang yang engkau lebih berilmu darinya, lalu dia tidak mengikutimu? Maka tinggalkanlah perdebatan tersebut!” (Lammud Durr, karangan Jamal Al-Haritsi hal. 158)

Namun di samping dalil-dalil yang melarang berdebat tersebut di atas, juga terdapat nash-nash lain yang menunjukkan kebolehannya. Di antara yang menunjukkan bolehnya berdebat adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ادْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan beberapa kisah debat antara Rasul-Nya dengan orang-orang kafir. Seperti kisah Ibrahim ‘alaihissalam yang mendebat kaumnya. Demikian pula debat Nabi Musa ‘alaihissalam dengan Fir’aun, dan berbagai kisah lainnya yang disebutkan dalam Al-Qur`an. Demikian pula dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan perdebatan antara Nabi Adam dan Musa ‘alaihissalam, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Banyak dari kalangan imam salaf mengatakan: Debatlah kelompok Al-Qadariyyah dengan ilmu, jika mereka mengakui maka mereka membantah (pemikiran mereka sendiri). Dan jika mereka mengingkari, maka sungguh mereka telah kafir.”

Demikian pula banyak terjadi perdebatan di kalangan ulama salaf, seperti yang terjadi antara ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu dengan Ghailan Ad-Dimasyqi Al-Qadari, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma yang mendebat kelompok Khawarij, Al-Auza’i rahimahullahu yang berdebat dengan seorang qadari (pengikut aliran Qadariyyah), Abdul ‘Aziz Al-Kinani rahimahullahu dengan Bisyr bin Ghiyats Al-Marisi Al-Mu’tazili, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dengan para tokoh ahli bid’ah, serta yang lainnya, yang menunjukkan diperbolehkannya melakukan dialog dan debat tersebut. (Mauqif Ahlis Sunnah, 2/597)

Apa yang telah kami sebutkan di atas menunjukkan bahwa dalam masalah berdebat, tidak dihukumi dengan sikap yang sama. Namun tergantung dari keadaan, tujuan, dan maksud dari perdebatan tersebut. An-Nawawi rahimahullahu berkata:

“Jika perdebatan tersebut dilakukan untuk menyatakan dan menegakkan al-haq, maka hal itu terpuji. Namun jika dengan tujuan menolak kebenaran atau berdebat tanpa ilmu, maka hal itu tercela. Dengan perincian inilah didudukkan nash-nash yang menyebutkan tentang boleh dan tercelanya berdebat.”

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu berkata: “Pertengkaran dan perdebatan dalam perkara agama terbagi menjadi dua:

Pertama: dilakukan dengan tujuan menetapkan kebenaran dan membantah kebatilan. Ini merupakan perkara yang terpuji. Adakalanya hukumnya wajib atau sunnah, sesuai keadaannya. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ادْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125)

Kedua: dilakukan dengan tujuan bersikap berlebih-lebihan, untuk membela diri, atau membela kebatilan. Ini adalah perkara yang buruk lagi terlarang, berdasarkan firman-Nya:

مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللهِ إِلاَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوا

“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir.” (Ghafir: 4)

Dan firman-Nya:

وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ

“Dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu Aku adzab mereka. Maka betapa (pedihnya) adzab-Ku.” (Ghafir: 5) [Mauqif Ahlis Sunnah, 2/600-601]

Ibnu Baththah rahimahullahu berkata: “Jika ada seseorang bertanya: ‘Engkau telah memberi peringatan kepada kami dari melakukan pertengkaran, perdebatan, dan dialog (dengan ahlul bid'ah). Dan kami telah mengetahui bahwa inilah yang benar. Inilah jalan para ulama, jalan para sahabat, dan orang-orang yang berilmu dari kalangan kaum mukminin serta para ulama yang diberi penerangan jalan. Lalu, jika ada seseorang datang kepadaku bertanya tentang sesuatu berupa berbagai macam hawa nafsu yang nampak dan berbagai macam pendapat buruk yang menyebar, lalu dia berbicara dengan sesuatu darinya dan mengharapkan jawaban dariku; sedangkan aku termasuk orang yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan ilmu tentangnya serta pemahaman yang tajam dalam menyingkapnya. Apakah aku tinggalkan dia berbicara seenaknya dan tidak menjawabnya serta aku biarkan dia dengan bid’ahnya, dan saya tidak membantah pendapat jeleknya tersebut?’

Maka aku akan mengatakan kepadanya: Ketahuilah wahai saudaraku –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu– bahwa orang yang seperti ini keadaannya (yang mau mendebatmu), yang engkau diuji dengannya, tidak lepas dari tiga keadaan:

(1) Adakalanya dia orang yang engkau telah mengetahui metode dan pendapatnya yang baik, serta kecintaannya untuk mendapatkan keselamatan dan selalu berusaha berjalan di atas jalan istiqamah. Namun dia sempat mendengar perkataan mereka yang para setan telah bercokol dalam hati-hati mereka, sehingga dia berbicara dengan berbagai jenis kekufuran melalui lisan-lisan mereka. Dan dia tidak mengetahui jalan keluar dari apa yang telah menimpanya tersebut, sehingga dia bertanya dengan pertanyaan seseorang yang meminta bimbingan, untuk mendapat solusi dari problem yang dihadapinya dan obat dari gangguan yang dialaminya. Dan engkau memandang bahwa dia akan taat dan tidak menyelisihinya.

Orang yang seperti ini, yang wajib atasmu adalah mengarahkan dan membimbingnya dari berbagai jeratan setan. Dan hendaklah engkau membimbingnya kepada Al-Kitab dan As-Sunnah serta atsar-atsar yang shahih dari ulama umat ini dari kalangan para sahabat dan tabi’in. Semua itu dilakukan dengan cara hikmah dan nasihat yang baik. Dan jauhilah sikap berlebih-lebihan terhadap apa yang engkau tidak ketahui, lalu hanya mengandalkan akal dan tenggelam dalam ilmu kalam. Karena sesungguhnya perbuatanmu tersebut adalah bid’ah. Jika engkau menghendaki sunnah, maka sesungguhnya keinginanmu mengikuti kebenaran namun dengan tidak mengikuti jalan kebenaran tersebut adalah batil. Dan engkau berbicara tentang As-Sunnah dengan cara bukan As-Sunnah adalah bid’ah. Jangan engkau mencari kesembuhan saudaramu dengan penyakit yang ada pada dirimu. Jangan engkau memperbaikinya dengan kerusakanmu, karena sesungguhnya orang yang menipu dirinya tidak bisa menasihati manusia. Dan siapa yang tidak ada kebaikan pada dirinya, maka tidak ada pula kebaikan untuk yang lainnya. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri taufiq, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meluruskan jalannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong dan membantunya.”

Abu Bakr Al-Ajurri rahimahullahu berkata:

“Jika seseorang berkata: ‘Jika seseorang yang telah diberi ilmu oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu ada seseorang datang kepadanya bertanya tentang masalah agama, lalu mendebatnya; apakah menurutmu dia perlu mengajaknya berdialog agar sampai kepadanya hujjah dan membantah pemikirannya?’

Maka katakan kepadanya: ‘Inilah yang kita dilarang dari melakukannya, dan inilah yang diperingatkan oleh para imam kaum muslimin yang terdahulu.’

Jika ada yang bertanya: ‘Lalu apa yang harus kami lakukan?’

Maka katakan kepadanya: ‘Jika orang yang menanyakan permasalahannya kepadamu adalah orang yang mengharapkan bimbingan kepada al-haq dan bukan perdebatan, maka bimbinglah dia dengan cara yang terbaik dengan penjelasan. Bimbinglah dia dengan ilmu dari Al-Kitab dan As-Sunnah, perkataan para shahabat dan ucapan para imam kaum muslimin. Dan jika dia ingin mendebatmu, maka inilah yang dibenci oleh para ulama, dan berhati-hatilah engkau terhadap agamamu.’

Jika dia bertanya: ‘Apakah kita biarkan mereka berbicara dengan kebatilan dan kita mendiamkan mereka?’

Maka katakan kepadanya: ‘Diamnya engkau dari mereka dan engkau meninggalkan mereka dalam apa yang mereka bicarakan itu lebih besar pengaruhnya atas mereka daripada engkau berdebat dengannya. Itulah yang diucapkan oleh para ulama terdahulu dari ulama salafush shalih kaum muslimin." (Lammud Durr, Jamal Al-Haritsi hal. 160-162)

Jumat, 22 Februari 2008

Sepenuh hati.

Sepenuh Hati

Air hujan turun membasahi bukit. Ia
mengalir melintasi tebing dan cerukan
sempit. Sesekali menabrak batu dan akar
pohon yang menjuntai. Membawa bersama
partikel hidrogen dan oksigen.
Menyelisihi daun kering yang jatuh ke
bumi sambil berbisik, “Ku kan membuatmu
segar kembali setelah angin dan waktu
membuatmu letih.” Ia terus mengalir dan
mengalir hingga bertemu “kawan” lain.
Membentuk aliran ke hilir hingga jadi
sungai yang mengalir ke laut.

Dengan segala kerendahan diri untuk
mengalir jatuh air telah menghidupkan
bumi setelah kering. Membasuh dan
membawa harapan baru untuk segenap
mahluk. Si sumber kehidupan ini
menyimpan kelembutan dan kekuatan
sekaligus. Sang Pencipta Tertinggi telah
memberinya kekuatan untuk bergerak
menerobos celah sempit, meluncur jatuh,
membentuk aliran sungai, atau tetap diam
diatas bumi dan menjadi danau.

Dengan hanya tetesan, ia mampu melubangi
batu dan memecahnya. Meski memakan waktu
sekian jam atau bahkan hari. Tapi
sekeras apapun batu ia tetap bisa
melakukannya. Bermula dari setetes saja.
Terus menerus. Setetes demi setetes.
Hingga batu berlubang, retak dan
terbelah. Saat tetesan berhenti, batu
tak lagi tertandai.

Sesosok mahluk lain di belahan bumi yang
berbeda telah berusaha untuk membuat
sesuatu yang berguna. Ia berusaha untuk
menyimpan listrik dan mengalirkannya
menjadi cahaya. Edison telah
berhari-hari atau bahkan
berminggu-minggu mencoba membuat
impiannya terwujud. Untuk berhasil
menyalakan sebuah bolam, ia telah
menghabiskan lebih dari seribu empat
ratus bolam. Ke semua bohlam itu pecah
saat tak mampu menahan panas aliran
listrik. Hingga akhirnya sebuah bolam
berhasil menyala. Menyala dan hampir tak
pernah lagi padam hingga saat ini. Dan
pemadaman lampu resmi pertama dilakukan
di seluruh kota pada hari ia meninggal
untuk menghargai kerja kerasnya itu.

Tetesan air yang membelah batu ataupun
usaha Edison membuat bola lampu adalah
cerminan pekerjaan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Andai mereka berhenti
bergerak dan diam, tak ada yang berubah.
Takkan ada yang dihasilkan. Batu takkan
pecah saat tetesan berhenti sebelum
waktunya. Atau tak ada lampu penerang
saat hari gelap. Tetapi kedua mahluk
berbeda ini terus bekerja. Terus bekerja
hingga aliran sungai muncul, membasahi
bumi, mengairi sawah dan menjadi sumber
minum bagi mahluk Allah yang lain. Terus
bekerja hingga ada cahaya saat gelap dan
penerang bagi kehidupan seluruh manusia
hingga hari ini. Seluruhnya bukanlah
pekerjaan setengah hati. Memulai
pekerjaan yang baru tidak mudah. Butuh
keberanian dan semangat tinggi. Tapi itu
bukanlah yang tersulit. Yang paling
sulit adalah menyelesaikan apa yang
telah dimulai itu dengan kebaikan.
Karena lebih banyak pengorbanan dan
kegigihan yang diberikan. Dan
kesungguhan hati yang berbicara pada
akhirnya.

Janganlah khawatir untuk mengakhiri
segala pekerjaan dengan kebaikan, karena
sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik. Dan
ternyata banyak hal yang berguna dengan
bekerja sepenuh hati.

Teman Terbaik

Teman Terbaik

Kawan, ingin aku bercerita tentang teman
terbaik yang pernah kumiliki. Ayah
mengenalkan aku dengannya di tiga tahun
usiaku. Meski belum banyak mengerti, aku
masih ingat kata-katanya, “Kapanpun dan
dimanapun, jadikanlah ia peganganmu,
insya Allah kamu akan selamat”. Setelah
saat itu, aku mulai rajin untuk
mengenalnya. Kemana pergi selalu kuajak
serta. Ia bukan saja teman terbaik bagi
diriku, tapi juga teman terbaik bagi
semua orang, begitu cerita ibu.

Ia tidak pernah meminta diajak serta,
karena semestinya kita yang membutuhkan
keberadaannya kemanapun kaki melangkah.
Senantiasa memberi jawaban atas semua
tanya, mengoleskan kesejukan untuk
setiap hati yang gersang. Bagi yang
gelisah dan gundah, ia akan menjadi obat
mujarab yang mampu memberikan
ketenangan. Ia juga menjadi pelipur lara
bagi yang bersedih. Tanpa diminta, jika
kita mau, ia selalu menunjukkan jalan
yang benar dengan cara yang sangat arif.
Ikuti jalannya jika mau selamat atau tak
perlu hiraukan peringatannya asal mau
dan sanggup menanggung semua resikonya.
Ia tak pernah memaksa kita untuk
mematuhinya, karena itu bukan sifatnya.

Tutur katanya, indah menyejukkan,
menyiratkan kebesaran Maha Pujangga
dibalik untaian goretan barisan hikmah
padanya. Tak ada yang sehebat ia dalam
bertutur, tak ada pula yang seindah ia
dalam bersapa. Hingga akhirnya, setiap
yang mengenalnya, senantiasa ingin
membawanya serta kemanapun. Tak peduli
siang, malam, terik ataupun mendung, ia
kan setia menemani. Cukup hanya dengan
menyelami kedalamannya, tak terasa
setitik air bening mengalir dari sudut
mataku. Hingga satu masa, aku begitu
mencintainya. Sungguh tiada tanding Maha
Pujangga pencipta teman terbaikku ini.

Sebegitu dekatnya kami berdua, sehingga
melewati satu hari pun tanpanya, hati
akan kering, gersang dan merinduharu.
Ada kegetiran yang terasa menyayat saat
tak bersamanya, bahkan pernah aku
tersesat, sejenak kemudian aku teringat
pesan-pesannya, hingga aku terselamatkan
dari kesesatan yang menakutkan. Di waktu
lain, aku berada di persimpangan jalan
yang membuatku tak tahu menentukan arah
melangkah, berkatnyalah aku menemukan
jalan terbaik. Entah bagaimana jika ia
tak bersamaku saat itu.

Kawan, maukah mendengarkan betapa
kelamnya satu masaku tanpa teman
terbaikku itu?

Mulanya hanya lupa tak membawanya serta
ke satu tempat. Esoknya sewaktu ke
tempat yang berbeda, aku tak mengajaknya
serta, karena kupikir, untuk ke tempat
yang satu ini, saya merasa tak pantas
membawanya serta. Saat itu saya lupa
pesan ayah, “jika tak bersamanya,
keselamatanmu terancam”. Esok hari dan
seterusnya, entah lupa entah sudah
terbiasa teman terbaik itu tak pernah
lagi kuajak serta. Kubiarkan ia
berhari-hari bersandar di salah satu
sudut kamarku. Satu minggu, bulan
berlalu dan tahun pun berganti, aku
semakin lupa kepadanya, padahal ia
senantiasa setia menungguku dan masih di
sudut kamar hingga berdebu.

Hingga satu masa, bukan sekedar lupa.
Bahkan aku mulai malu untuk mengajaknya.
Disaat yang sama, semakin tak sadar jika
diri ini telah jauh terseret dari jalur
yang semestinya. Tapi aku tidak perduli,
pun ketika seorang teman menyampaikan
teguran dari teman terbaikku agar aku
memperbaiki langkahku. Kubilang, ia
cerewet! Terlalu mencampuri urusanku.

Begitulah kawan, Anda pasti sudah tahu
akibatnya. Langkahku terseok-seok,
pendirianku goyah hingga akhirnya
tubuhku limbung. Mata hati ini mungkin
telah mati hingga tak mampu lagi
membedakan hitam dan putih. Semakin
dalam aku terperosok, tanganku
menggapai-gapai, nafasku sesak oleh
lumpur dosa. Disaat hampir sekarat itu,
mataku masih menangkap sesosok kecil
sarat debu, disaat kurebahkan tubuh di
kamar.

Ya! Sepertinya aku pernah mengenalnya.
Teman yang pernah dikenalkan ayah
kepadaku dulu. Ia yang pernah untuk
sekian lama setia menemaniku kemana aku
pergi. Teman terbaik yang pernah
kumiliki, ia masih setia menungguku di
sudut kamar, dan semakin berdebu.
Kuhampiri, perlahan kusentuh kembali.
“Jangan ragu, kembalilah padaku. Aku
masih teman terbaikmu. Ajaklah aku
kemanapun pergi” kuat seolah ia berbisik
kepadaku dan menarik tanganku untuk
segera menyergapnya. Ffwuhhh…!!!
kuhempaskan debu yang menyelimutinya
dengan sekali hembusan. Nampaklah senyum
indah teman terbaikku itu.

Ingin kumenangis setelah sekian lama
meninggalkannya. Ternyata, ia teramat
setia jika kita menghendakinya. Kini,
bersamanya kembali kurajut jalinan
persahabatan. Aku tak ingin lagi
terperosok, tersesat, terseok-seok
hingga jatuh ke jurang yang pernah dulu
aku terjatuh. Jurang kesesatan.
Bersamanya, hidupku lebih damai terasa.
Satu pesanku untukmu kawan, kuyakin
masing-masing kita memiliki teman
terbaik itu. Jangan pernah
meninggalkannya, walau sesaat.
Percayalah. Wallaahu ‘a’lam bishshowaab.

Izinkan Aku Mencintaimu Semampuku

Tuhanku,
Aku masih ingat, saat pertama dulu aku
belajar mencintaiMu…
Lembar demi lembar kitab kupelajari…
Untai demi untai kata para ustadz
kuresapi…
Tentang cinta para nabi
Tentang kasih para sahabat
Tentang mahabbah para sufi
Tentang kerinduan para syuhada

Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam
Kutumbuhkan dalam mimpi-mimpi dan
idealisme yang mengawang di awan…

Tapi Rabbii,
Berbilang detik, menit, jam, hari,
pekan, bulan dan kemudian tahun berlalu…
Aku berusaha mencintaiMu dengan cinta
yang paling utama, tapi…
Aku masih juga tak menemukan cinta
tertinggi untukMu…
Aku makin merasakan gelisahku membadai…
Dalam cita yang mengawang
Sedang kakiku mengambang, tiada menjejak
bumi…
Hingga aku terhempas dalam jurang
Dan kegelapan…


Wahai Ilahi,
Kemudian berbilang detik, menit, jam,
hari, pekan, bulan dan tahun berlalu…
Aku mencoba merangkak, menggapai
permukaan bumi dan menegakkan jiwaku
kembali
Menatap, memohon dan menghibaMu:
Allahu Rahiim, Ilaahi Rabbii,
Perkenankanlah aku mencintaiMu,
Semampuku
Allahu Rahmaan, Ilaahi Rabii
Perkenankanlah aku mencintaiMu
Sebisaku
Dengan segala kelemahanku

Ilaahi,
Aku tak sanggup mencintaiMu
Dengan kesabaran menanggung derita
Umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al
musthafa
Karena itu izinkan aku mencintaiMu
Melalui keluh kesah pengaduanku padaMu
Atas derita batin dan jasadku
Atas sakit dan ketakutanku

Rabbii,
Aku tak sanggup mencintaiMu seperti Abu
bakar, yang menyedekahkan seluruh
hartanya dan hanya meninggalkan Engkau
dan RasulMu bagi diri dan keluarga. Atau
layaknya Umar yang menyerahkan separo
harta demi jihad. Atau Utsman yang
menyerahkan 1000 ekor kuda untuk
syiarkan dienMu. Izinkan aku
mencintaiMu, melalui seratus-dua ratus
perak yang terulur pada tangan-tangan
kecil di perempatan jalan, pada
wanita-wanita tua yang menadahkan tangan
di pojok-pojok jembatan. Pada
makanan–makanan sederhana yang terkirim
ke handai taulan.

Ilaahi, aku tak sanggup mencintaiMu
dengan khusyuknya shalat salah seorang
shahabat NabiMu hingga tiada terasa anak
panah musuh terhunjam di kakinya. Karena
itu Ya Allah, perkenankanlah aku
tertatih menggapai cintaMu, dalam shalat
yang coba kudirikan terbata-bata, meski
ingatan kadang melayang ke berbagai
permasalahan dunia.
Yaa, Maha Rahmaan,
Aku tak sanggup mencintaiMu bagai para
al hafidz dan hafidzah, yang menuntaskan
kalamMu dalam satu putaran malam.
Perkenankanlah aku mencintaiMu, melalui
selembar dua lembar tilawah harianku.
Lewat lantunan seayat dua ayat
hafalanku.

Yaa Rahiim
Aku tak sanggup mencintaiMu semisal
Sumayyah, yang mempersembahkan jiwa demi
tegaknya DienMu. Seandai para syuhada,
yang menjual dirinya dalam jihadnya
bagiMu. Maka perkenankanlah aku
mencintaiMu dengan mempersembahkan
sedikit bakti dan pengorbanan untuk
dakwahMu. Maka izinkanlah aku
mencintaiMu dengan sedikit pengajaran
bagi tumbuhnya generasi baru.

Allahu Kariim, aku tak sanggup
mencintaiMu di atas segalanya, bagai
Ibrahim yang rela tinggalkan putra dan
zaujahnya, dan patuh mengorbankan pemuda
biji matanya. Maka izinkanlah aku
mencintaiMu di dalam segalanya. Izinkan
aku mencintaiMu dengan mencintai
keluargaku, dengan mencintai
sahabat-sahabatku, dengan mencintai
manusia dan alam semesta.

Allaahu Rahmaanurrahiim, Ilaahi Rabbii
Perkenankanlah aku mencintaiMu
semampuku. Agar cinta itu mengalun dalam
jiwa. Agar cinta ini mengalir di
sepanjang nadiku.

Senin, 18 Februari 2008

Masalah Pendidikan Di Indonesia

Masalah Pendidikan Di Indonesia

Membicarakan hal yang satu ini mungkin tidak akan habis-habisnya. Sebab masalah ini adalah merupakan suatu permasalahan yang paling urgensi dimasyarakat,hal ini dikarenakan oleh factor adanya berbagai kesenjangan sosial dimasyarakat kita.Yang di tandai dengan adanya berbagai aksi demonstrasi di sejumlah tempat dan daerah yang pada dasarnya menuntut supaya biaya pendidikan di indonesia murah.

Pendidikan adalah merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Berdasarkan hasil riset, kualitas pendidikan di Indonesia sangatlah memprihatinkan. Hal ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan oleh data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP).
Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Apakah makna dari data-data tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia itu? Maknanya adalah, jelas ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan Indonesia.Bila ditinjau dari perspektif ideologis (prinsip) dan perspektif teknis (praktis), berbagai masalah itu dapat dikategorikan dalam 2 (dua) masalah,adapun persoalan utama yang membuat pendidikan di Indonesia tertinggal jauh adalah:

Pertama, masalah mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan itu sendiri.
Kedua, masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem yang berkaitan dengan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.

Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yg sebenarnya sudah cukup baik) di lapangan yg disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru yang berbobot untuk mengajar di daerah-daerah.

Sebenarnya kurikulum Indonesia tidaklah kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Implementasi pendidikan yg kurang benar.Hal ini disebabkan oleh beberapa factor yang di antaranya:

  •  Kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidik didalam proses  membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai dan di pandang  sebelah mata. 

  •  Kultur belajar bukanlah masalah utama tetapi kultur masyarakat secara keseluruhan  karena tidak disadarinya pendidikan adalah investasi bangsa.

  • Terlalu seringnya sistem pendidikan digonta-ganti tergantung kondisi politik, padahal itu  bukanlah masalah utama, yg menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan,  kurang optimal.

  •  Kurangnya pemerataan di daerah.

  •  Terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yg belajar. Hal ini   terkait terbatasnya dana pendidikan yg disediakan pemerintah.

Hal ini sudah disadari oleh semua pihak mulai dari pakar pendidikan, pemerintah, dan orang tua siswa atau pun Mahasiswa. Tapi mengapa mereka, terutama dari kalangan pemerintah terkesan enggan untuk menginvestasikan APBN-nya untuk pendidikan. Apa hal ini disebabkan mungkin oleh factor ketidak percaya pemerintah terhadap pengelolah pendidikan, yang memang selama ini memiliki hobi untuk memanipulasi pendidikan itu sendiri?
Ataukah memang pura-pura tidak tahu karena garapan pendidikan hasilnya tidak bisa segera dilihat selama masa kekuasaannya?
Atau karena memang sudah diketahui bahwa dana besar kalau guru tidak berbobot hasilnya tetep nol? Tapi kalo iya mengapa rekrutmen pendidik yg saat ini saya rasa lebih buruk tetep dilanjutkan gara-gara desakan arus bawah.

Saat ini guru banyak direkrut dari lulusan S-1 non pendidikan yg kemudian membeli “akta IV” di “kampus kali lima” dengan hanya membayar kisaran 2 juta saja.

Banyak sekali kegiatan yg dilakukan depdiknas untuk meningkatkan bobot guru, tetapi hasil dan tindak lanjut dari semua itu hasilnya nol besar. dari kegiatan semacam penataran, sosialisasi, atau apalah namanya. Jadi terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana selanjutnya yah terserah mau kinerja lebih baik atau tidak, mereka seakan tidak mau perduli.

Jika kondisi semacam itu tidak diubah untuk dibenahi kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Pendidikan jika dipolitisir maka sampai kapanpun pendidikan Indonesia sulit untuk maju. Yah memang ada beberapa sekolah sudah terpandang, namun dibandingkan populasi sekolah yg ada sangat tidak singnifikan.

Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkualitas mesti bermodal/berbiaya besar. Tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi, kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu bahwa pendidikan akan membaik jika gurunya berbobot dan cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran.

Penyelesaian masalah yang mendasar ini tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan itu sendiri.




Sabtu, 16 Februari 2008

Sejarah singkat Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab

Sejarah singkat Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab

Penulis : Al-Akh Wahyudin, Al-Azhar-Cairo

Dia adalah Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Sulaiman ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Rasyid at-Tamimi.
Dilahirkan pada tahun 1115 H bertepatan 1703 M di negeri ‘Uyainah selatan Riyadh, dan hidup berkembang didalam asuhan bapaknya dinegeri tersebut.
Telah nampak padanya keunggulan dan kecerdasan semenjak ia kecil, Beliau telah menghapal al-Qur’an pada umur 10 tahun,
Syaikh belajar fiqih Imam Hanbali, tafsir, dan hadits dari bapaknya, sejak kecil beliau telah menggeluti buku-buku tafsir, hadits dan Aqidah. Dan beliau banyak membahas dan menelaah buku karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Memelihara kemurnian tauhid dari syirik, khurafat dan bid’ah, sebagaimana banyak ia saksikan di Nejed dan negeri-negeri lainnya. Demikian juga masalah mensucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Perjalanan Dakwah

Beliau pergi ke Makkah, Masjidil Haram dengan tujuan untuk berhaji kemudian beliau berkunjung ke Masjid Nabawi, disana beliau bertemu dengan para Ulama’ Madinah, beliau banyak mengambil pelajaran dari mereka. Kemudian beliau pergi ke Bashrah lalu mengadakan pengajian ilmu bersama dengan para ulama lainnya disana. Kemudian beliau pergi menuju Nejd melewati daerah Ahsa`, dan didalam perjalanan yang panjang ini beliau melihat dan menyaksikan banyak terjadi penyimpangan dan kerusakan pada Aqidah-aqidah mereka, Maka Syaikh Muhammada ibn Abdul Wahab mendirikan dakwah kepada tauhid dan memberantas khurafat dan kesyirikan.

Beliau mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, “Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini”.

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para Shahabat, keluarga Nabi s.a.w., serta kuburan Rasulullah s.a.w., hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan, kecuali kepada Allah semata.
Di Nejd dan sekitarnya, Para ulama sû` memandang al-Haq sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai al-Haq. Orang-orang yang dikenal sebagai ulama namun tidak mengerti tentang hakekat kepribadian Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab dan dakwahnya. Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya.

Di Madinah, Ia mendengar Istighâtsah (permohonan tolong) kepada Rasulullah s.a.w., serta berdoa (memohon) kepada selain Allah Ta’ala, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Quran dan sabda Rasulullah s.a.w.. Al-Quran menegaskan,
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika berbuat (yang demikian itu), sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim”. (Q.S. Yunus: 106)
Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah s.a.w., berkata kepada anak pamannya, Abdullah ibn Abbas:

“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.” (H.R. At-Tirmidzi, Hasan shahih)
Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab menyeru kaummnya kepada tauhid dan berdoa (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Maha kuasa dan Yang Maha Menciptakan, sedangkan selain-Nya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amalan shalihnya, tidak dengan menjadikannya perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain dari pada Allah.

Setelah beliau mengetahui dan mendapati keadaan buruk agama dan kehidupan kaumnya, meyakini bahwa mereka memasuki dasar-dasar islam yang tinggi, enggan kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, Aqidah-aqidah mereka telah diselimuti oleh kesalahan dan telah menjurus kepada ke bid’ahan (sikap mengada-ada didalam agama) terhadap sunnah, oleh karena itu kaum muslimin wajib merubahnya, dan berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran kaum Salafiyin (umat terdahulu). Maka beliau mulai menegakkan dakwah dan mengumumkan kepada kaumnya bahwa mereka telah berpegang kepada kesesatan dan telah menyimpang dari manhaj yang benar. Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab memulai dakwahnya, menjelaskan kepada kaumnya agar tidak meminta kepada selain Allah dan tidak menyembelih dan bernadzar kepada selain-Nya, dan menguatkan perkataanya dengan ayat-ayat dari kitab Allah, perkataan dan perbuatan Rasulullah, serta sirah para sahabatnya.

Wafatnya -Rahimahullah-

Setelah kehidupannya dihiasi oleh ilmu, jihad dan dakwah kepada Allah Ta’ala, syaikh –semoga Allah Ta’ala merahmatinya- wafat di negeri ad-Dar’iyah pada tahun 1206 H. Kita berdoa semoga Allah Ta’ala memberikan rahmat dan keridhaan, mengumpulkan kita dengannya di jannah Allah, dengan limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya.

Sebutan Wahabi

Adapun penisbatan kalimat Wahabiyah, kebanyakan orang-orang yang memusuhi, menisbatkannya kepada para pengikut dakwah salafiyah, dan mereka menginginkan hal tersebut sebagai bentuk penyelewengan kepada manusia, bahwa wahabiyah adalah sebuah madzhab baru atau menyelisihi seluruh madzhab islam yang ada.

Orang-orang biasa menuduh “wahabi” kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid'ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Quran dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdoa (memohon) hanya kepada Allah semata.

Pada suatu ketika, dihadapan seorang Syaikh, Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat didalam kitab Al-Arba'în An-Nawâwiyah:
“Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, Hadits Hasan shahih)

Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu kagum terhadap keterangan Imam Nawawi ketika beliau mengatakan, “Jika kebutuhan yang dimintanya (menurut tradisi) di luar batas kemampuan manusia, seperti meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan, maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka yang demikian amat tercela.”

Lalu kepada Syaikh tersebut, Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu katakan, “Hadits ini berikut keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah.” Ia lalu menyergah, “Bahkan sebaliknya, hal itu dibolehkan.”

Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu lalu bertanya, “Apa dasar anda?” Syaikh itu ternyata marah sambil berkata dengan suara tinggi, “Sesungguhnya bibiku berkata, wahai Syaikh Sa’d” (Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa’d yang dikuburkan di dalam masjidnya) dan Aku bertanya padanya, “Wahai bibiku, apakah Syaikh Sa’d dapat memberi manfaat kepadamu?” Ia menjawab, “Aku berdoa (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, agar Allah menyembuhkanku.”

Kemudian Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu berkata, “Sesungguhnya engkau adalah seorang alim. Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil aqidah dari bibimu yang tidak mengetahui ilmu sedikit pun.”
Syaikh tersebut berkata, “Pemikiranmu sebagaimana pemikiran wahabi. Engkau pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab wahabi.”
Padahal pada waktu itu, Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu tidak mengenal sedikitpun tentang wahabi, kecuali sekadar mendengar dari para Syaikh. Mereka berkata tentang wahabi, “Orang-orang wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi kebanyakan orang. Mereka tidak percaya kepada wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tuduhan dusta lainnya.”

Jika orang-orang wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya bahwa yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal wahabi lebih jauh.
Kemudian Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu bertanya kepada jama’ahnya, sehingga beliau mendapat informasi, bahwa, pada setiap Kamis sore mereka menyelenggarakan pengajian tafsir, hadits, dan fiqh.

Bersama anak-anak beliau dan sebagian pemuda intelektual, Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu mendatangi halaqah mereka kami masuk ke sebuah ruangan yang besar. Sejenak kami menanti, hingga berapa lama seorang Syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, lalu beliau duduk di kursi dan tak seorangpun berdiri untuknya. Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu berkata dalam hati, “Ini adalah seorang Syaikh yang tawadhu’ (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati).”

Lalu Syaikh membuka pelajaran-pelajaran dengan ucapan, “Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah. Kepada Allahlah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan.”, dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah s.a.w., biasa membuka khutbah dan pelajarannnya.

Kemudian Syaikh tersebut memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat keshahihannya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi s.a.w., beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Quran al-Karim dan as-Sunnah. Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak pernah menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata, “Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan pengikut salaf (Nabi Muhammad s.a.w., dan para sahabat serta tabi’in).Sebagian orang menuduh kita, orang-orang wahabi. Ini termasuk tanâbuzun bil alqâb (memanggil dengan panggilan- panggilan yang buruk). Allah Ta’ala melarang kita dari hal itu dengan firman-Nya, “Dan janganlah kamu panggil-mamanggil dengan gelar-gelaran yang buruk.” (Qs. Al-Hujurat: 11)
Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi’i dengan Rafidhah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan, “Jika Rafidhah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah Rafidhah.”

Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan senada, "Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku adalah wahabi.”
Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, “Inilah Syaikh yang sesungguhnya.”

Tuduhan-tuduhan

Dan sungguh telah dilontarkan berbagai tuduhan-tuduhan kepada syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab, dan mayoritas manusia mempercayainya, hingga telah tercoreng dakwah yang baik ini, seakan-akan makna wahabi yang dipahami mayoritas manusia adalah sebuah kebodohan, wahabi membenci Rasulullah s.a.w., wahabi madzhab kelima, wahabi mengingkari karamah para wali, dan wahabi mengkafiri umat muslim dan menghalalkan darah mereka serta tuduhan-tuduhan lainnya.

Meluruskan Tuduhan Miring tentang Wahabi

Asy-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi, ingkar terhadap Hadits nabi, merendahkan posisi Nabi, dan tidak mempercayai syafaat beliau.
Bantahan:
Asy-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang sirah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik Mukhtashar Sirati ar-Rasul, Mukhtashar Zadi al-Ma’ad Fi Hadyi Khairi al-‘Ibad ataupun yang terkandung dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah.

Beliau berkata: “Nabi Muhammad s.a.w., telah wafat –semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau–, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan melainkan beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan melainkan beliau peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah Ta’ala. Allah Ta’ala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya.”

Beliau juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling berbahagia adalah banyak memiliki ilmu tentang ajaran para Rasul dan mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama, Ahlus Sunnah wal Hadits.”

Adapun tentang syafaat Nabi s.a.w., maka beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–: “Aku beriman dengan syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafaat dan juga orang pertama yang diberi syafaat. Tidaklah mengingkari syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini kecuali ahlul bid’ah lagi sesat.”
Tuduhan, Bahwa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Al-Imam Al-Lakhmi telah berfatwa bahwa Al-Wahabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad ibn Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.

Bantahan:

Adapun pernyataan bahwa Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial kekuasaan Daulah Utsmaniyyah. Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani. Lebih dari itu Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab mengatakan, “Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin (pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah.” Dari sini nampak jelas, bahwa sikap Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab terhadap waliyyu al-Amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah, dan bukan ajaran Khawarij.

Mengenai fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah Abdul Wahab ibn Abdurrahman ibn Rustum dan kelompoknya, bukan Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab dan para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad-abad setelahnya. Adapun Abdul Wahab ibn Abdurrahman ibn Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahabiyyah Khawarij yang diperingatkan Al-Lakhmi adalah Wahabiyyah Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab dan para pengikutnya.

Lebih dari itu, sikap Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata –dalam suratnya untuk penduduk Qashim–: “Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabariyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji’ah dan Wa’idiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah Ta’ala, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji’ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam menyikapi para sahabat Rasulullah.”

Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka.

Bantahan:

Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab, karena beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami. Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.”
Tuduhan: Wahabiyah adalah madzhab baru dan tidak mau menggunakan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam.

Bantahan:

Hal ini sangat tidak realistis. Karena beliau mengatakan –dalam suratnya kepada Abdurrahman As-Suwaidi–: “Aku kabarkan kepadamu bahwa aku adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya.”

Beliau juga berkata –dalam suratnya kepada Al-Imam Ash-Shan’ani–: “Perhatikanlah –semoga Allah Ta’ala merahmatimu– apa yang ada pada Rasulullah s.a.w, para sahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal –semoga Allah Ta’ala meridai mereka–, supaya engkau bisa mengikuti jalan ajaran mereka.”

Beliau juga berkata: “Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah Ta’ala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Ta’ala. Adapun menghina perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah Ta’ala (Yahudi).”

Tuduhan: Keras dalam berdakwah (mengingkari kemungkaran)

Bantahan:

Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah dengan cara keras. Beliau berkata: “Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan, seorang alim berkata: “Seseorang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar membutuhkan tiga hal: berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar ma’ruf dan nahi mungkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.” Maka kalian harus memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahaminya. Para ulama juga menyebutkan bahwasanya jika inkarul munkar akan menyebabkan perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku mewanti-wanti kalian agar melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan mengingkaran kemungkaran kalian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya.”

Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas makam mereka.

Bantahan:

Pernyataan bahwa Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab tidak menghormati para wali Allah Ta’ala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–: “Aku menetapkan (meyakini) adanya karamah dan keluarbiasaan yang ada pada para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Adapun penghancuran kubah atau bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya –sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah, Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah atau bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Ta’ala. Sementara Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.

Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Azh-Zhahir at-Tazmanti dan lainya, seputar penghancuran bangunan yang ada di tanah pekuburan al-Qarrafah Mesir. Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid.
” Imam An-Nawawi dalam Syarhu al-Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan diatas makam. Adapun Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Imam az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan juga Imam Ibnu al-Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah atau bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun diatas kemaksiatan kepada Rasulullah.”

Demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan yang ditujukan kepada Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan-tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti:

Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman ibn Qasim An-Najdi
Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al-‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani Al-Hindi.
Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih ibn Fauzan Al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al-Khathib.
Muhammad ibn Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi.
‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya Dr. Shalih ibn Abdullah Al-’Ubud.
Da’watu Asy-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu’ayyidin, karya Asy-Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu, dan sebagainya.

Rabu, 13 Februari 2008

Ekspedisi

Ekspedisi

sebuah ekspedisi
menjelajahi dunia
di luar batas logika
berdasarkan peta yang
tertera di ujung tiap lidah
meliputi rahasia kuno
abadi kian tersimpan
individualis

tanya-menanya selagi
kudaki perumpamaan
menjumpai aneka
fenomena, meski kuketahui
alasan segala ini kadang
liar dan tetap tidak
tertapaki

sebelum pulang,
biar aku petik mimpi
dari pengalaman fana
ini


Mahabbah

Mahabbah

Mendamba cinta setulus sakinah
merantai jiwa di kala resah
merangkai kata di tabir sepertiga malam
mencari erti dibalik kata cinta.
Malam ku berteman keresahan
jiwa ku sunyi….
hanya bisikan keluhan hati
di luahkan pada sang pecinta sejati.
siapakah yang bisa mengerti apakah cinta itu…
keindahan yang hanya dusta semata…..
hanya satu yang kekal abadi…cinta pada Ilahi.

Ketika melati enggan mengembang
Ku lihat senyummu menggulum lesu
Dalam gelap, ku panjatkan doa
Dalam mimpi, ku ciptakan asa

Cinta ini mulai memudar
Enggan meniti mimpi lagi
opera cinta buta
Mengulung harap yang tergores indah
Memutuskan benang merah diantara kita
mengakhiri segala cerita

Tak ada hasrat tuk menapak lagi
Mencoba meraih bintang yang semakin jauh
Seperti dirimu yang harus kujauhi
Ku coba membawa semua kenangan indah
Meninggalkan kasihmu di pintu hatiku
membiaskan potretmu di relung jiwaku
Ada lega ketika semua ini berakhir
Tapi bayanganmu menjeratku
dalam lubang tak berujung
membuatku kembali terluka
Kenangan itu mengukungku hebat
Andai cinta ada pasti akan bahagia
bila ada orang ketiga jasad pasti merana
segala cinta tak berarti andai diri dikhianati
mencari cinta memang perlu
tetapi perlu berhati-hati
betapa anugerah Tuhan itu sungguh berharga
buat insan yg tahu apa itu erti cinta






























Selasa, 12 Februari 2008

Calon Legislator PKS Tak Harus Muslim

Calon Legislator PKS Tak Harus Muslim

Kemarin sore sehabis sholat Asar saya mencoba untuk mengotak atik komputer karena pikiran sudah terlalu sumpek saya mencoba untuk membuka situs kaskus.
Ya ….membuka kaskus adalah kebiasaan rutin saya dikala sedang bete, maklum saja dikaskus saya bisa menyimak dan memperoleh informasi terbaru plus komentar-komentar dari para kaskus yang terkadang sering memancing saya untuk bisa tertawa sendiri. Saya mencoba untuk masuk ke forum politik alangkah tercengangnya saya ketika memperhatikan salah satu topik yang judulnya Calon Legislator PKS Tak Harus Muslim.

Serasa seperti tidak percaya melihat tema di kaskus, saya mencoba mencari-cari di google dan alhasil saya mendapatkan beberapa blog dari kader-kader dan simpatisan dari partai keadilan sejahtera yang sedang sibuk-sibuknya menyebarkan berita yang berusaha untuk mengklarifikasi perkataan dari Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul sembiring ketika raker PKS di Denpasar:

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu membenarkan partainya akan membuka diri terhadap kader nonmuslim. "PKS mengakui keberagaman dan kita harus bisa mensinergikan keberagaman itu," katanya di sela musyawarah kerja nasional di Bali, Jumat (01/02).

Tak hanya itu, ia menambahkan, partainya juga siap mencalonkan calon legislator dari warga nonmuslim. Kebijakan ini, menurut dia, karena partai tidak boleh membatasi perbedaan suku, ras, dan agama. "Caleg nonmuslim silakan saja," katanya.

Penjaringan calon legislator, lanjutnya, tidak berdasarkan muslim atau nonmuslim, tapi lebih pada dasar kebersihan calon dari masalah korupsi, kepedulian calon, serta profesionalitas. "Kami juga akan cari orang-orang untuk calon legislator yang amanah," katanya.

Saat ditanya apakah PKS juga akan mengirimkan atau menempatkan menteri nonmuslim jika memenangkan pemilu, ia menjawab, "Itu kejauhan, kami harus bicarakan legislatif dulu." Namun, ia tidak menampik jika pada pemilihan presiden nanti partainya akan berkoalisi dengan partai lain. "Sangat mungkin kami berkoalisi dengan partai lain," katanya.

Untuk pemilu legislatif 2009 nanti, lanjutnya, PKS mematok target 20 persen perolehan suara. Taget tersebut dinilai rasional. Dari 146 pemilihan kepala daerah, lanjutnya, 86 diantaranya dimenangkan PKS. "Hasil riset, kami hanya membutuhkan tambahan 5 persen suara lagi untuk sampai 20 persen," katanya.

Selain membuka diri terhadap calon nonmuslim, lanjutnya, partainya juga akan meningkatkan soalialiasi ke desa-desa, pemukiman nelayan, serta komunitas penduduk yang selama ini belum tersentuh partai. "60 persen pemilih hanya tamatan SMP," katanya.

Strategi lain, kata dia, basis partai yang semula pengkaderan akan diubah menjadi partai yang berbasis massa. "Angka 20 persen bisa dicapai jika partai tidak lagi berbasis kader, tapi massa."Sebelumnya, Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera Bali Heri Sukarmeni mengatakan pencalonan calon legislasi nonmuslim tidak perlu mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. "Di anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tidak disebutkan kader harus Islam.

Dalam menanggapi asumsi yang sudah tersebar di masyarakat para petinggi-petinggi partai tersebut berusaha untuk melakukan klarifikasi guna menghindari terjadinya krisis kepercayaan dari kader, simpatisan, dan masyarakat umum yang selama ini telah mempercayakan suara mereka terhadap PKS. Adapun isi pembelaan yang tersebar dari kader-kader PKS tersebut dapat kita simak disini http:
//news.okezone.com/index.php/Re...partai-terbuka.

Setelah membaca klarifikasi itu saya hanya bisa melihat dan menilai betapa PKS bak seorang pesilat yang sedang uplek menebas bayangan sendiri, betapa tidak, para petinggi partai tersebut lagi-lagi telah menunjukan ketidak konsistennya sikap mereka terhadap apa-apa yang mereka dengung-dengungkan selama ini. Katanya Partai yang berusaha untuk memperjuangkan syari’at Islam, Partai anti barat (kafir), Partai yang selama ini meneriakan teriakan Allahu Akbar dengan lantang di pinggir-pinggir jalan dalam rangka aksi demonstrasi untuk memboikot produk kafir tapi kenyataannya mereka sendiri yang melakukan makar terhadap apa-apa yang telah mereka cetuskan sendiri.

Coba kita simak dan perhatikan bersama betapa rancunya pernyataan dari para petinggi-petinggi PKS tersebut, ini kah misi syari’at Islam yang selama ini mereka dengung-dengungkan? Syari’at Allah yang manakah yang sedang mereka perjuangkan? Katanya mereka ahlul sunnah, sunnah Rasul yang manakah yang sedang mereka amalkan? Adakah dari kalangan Ahlul Sunnah yang mencampur adukan antara yang haq dan yang bathil? Justru Ahlul Sunnahlah yang paling tegas sikapnya terhadap kebathilan.Tidak cukupkah ini sebagai bukti untuk melihat dan menilai betapa bobroknya mental dan moral politik dari partai ini, hanya demi untuk menarik simpati dan suara dari masyarakat, semua sudah di perbolehkan. Demi untuk mencapai Kursi kekuasaan yang haram dihalalkan, ayat-ayat Allah diperjual belikan, Agama Allah dijadikan bahan olok-olokan, demi untuk mencapai syahwat politik ( kekuasaan) innalillahi wainnailaihirojiun……….

Coba kita simak dan kaji kalimat bersayap ala petinggi-petinggi PKS yang dimana mereka menyatakan bahwa “Untuk daerah-daerah basis non muslim (kekhususan) seperti Papua, NTT atau Bali, caleg non muslim dimungkinkan selama tidak melanggar syariat dan dalam rangka mewakili komunitas non muslim dan hal ini dilakukan secara proporsional.”

Setahu saya orang-orang dipartai ini termasuk orang-orang intelek tetapi kok terlihat bodoh untuk memaknai kalimat sendiri, sekarang silahkan tanya ke ustadz, kyai di pondok, pengurus PKS, atau kader-kader binaan PKS yang terhimpun dalam kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia(KAMMI): "Bagaimana anda bisa mengatakan bahwa kalau caleg PKS nanti yang non-muslim dimungkinkan selama tidak melanggar syari’at Islam, padahal jelas agamanya mereka bukan Islam, apakah orang-orang non muslim mengerti tentang syari’at Islam? semua tindakan dan cara berfikir mereka bisa sejalan atau cocok ngga dengan syariat (Islam)?
"Bukankah dengan hanya tak bersyahadat itu saja, artinya otomatis mereka tidak bersyari’at? Kenapa logika dari orang-orang yang katanya intelek ini bulat gitu ya?

Siapapun kalau dia mau berpikir pasti akan merasa bingung untuk menerjemakan makna kalimat “Non Muslim asal tak langgar syariat” memangnya non muslim bisa melanggar syari’at islam? Setahu saya kalau mereka tidak diperbolehkan untuk mengikuti syari’at jadi tidak ada yang disebut dengan istilah melanggar.Namun perlu dicermati bahwa kebijakan yang dibuat PKS sangat membingungkan...Hampir setiap orang bijak memiliki keyakinan yang kuat terhadap apa yang dipercayainya...Bagaimana mungkin orang bijak, yang non-muslim yang memegang teguh apa yang dipercayainya tidak melanggar syariat islam ?
Apa maksud dari pernyataan PKS itu ?

Dalam pandangan saya, tidak ada muatan yang jelas dalam pernyataan itu, melainkan hanya muatan politik semata, yang dimana para petinggi PKS berusaha untuk memberikan citra "seakan-akan" PKS partai yang mendukung pluralisme dalam tubuh partainya, apakah PKS ingin menjaring para penjilat-penjilat?
Menjelang pemilu 2009, PKS memulai manuver-manuvernya, dan anehnya manuvernya lebih kental unsur politiknya daripada unsur keagamaannya...

Dalam dunia politik terdapat suatu prinsip Tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang abadi adalah kepentingan. Karena faktor suara yang di peroleh sedikit dan mengingat suara yang di peroleh akan semakin berkurang jika hanya tetap mempertahankan prinsip semula, maka cara apapun akan di tempuh termasuk membuka ruang bagi orang-orang non muslim yang disebut mereka dengan istilah partai terbuka, politik tetep aja politik apapun bungkusnya, tetap berisikan sampah.

Untuk kepentingan politik, agama bisa disisihkan.... halal jadi haram dan harampun jadi halal atau samar-samar, mungkin karena para petinggi partai PKS sudah mulai sadar bahwa kalau hanya sekedar menjual label agama saja PKS tidak bakalan laris.
Setelah Mendengar pandapat dari para pengamat politik yang berasal dari dalam dan luar negri yang menyatakan bahwa partai yang berbasis islam saja akan melorot perolehan suaranya pada pemilu tahun 2009 mendatang,PKS pun mulai ciut dan berubah haluan.

Ketika sesuatu golongan tidak mendapat tempat pada masyarakat tertentu, maka dia berbaur, menerima pluralisme, dll, yang walaupun pada kenyataannya itu "bertentangan" dengan dasar-dasar golongan tersebut, hanya untuk bisa tetap eksis pada daerah tersebut, hal ini lumrah dalam dunia politik, sebagai proses adaptasi dan "evolusi".

Dengan jelas tanpa ragu PKS telah memproklamirkan diri sebagai partai politik Anti Dakwah Tauhid (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah)!!
Kalau sebelumnya banyak dari kalangan PKS yang merasa “mantap” dengan pengakuan mereka sebagai Ahlus Sunnah, maka dengan keluarnya Risalah Fitnah ini tersingkaplah tirai “bergincu” (baca:politik buah bibir) yang selama ini menjadi pemulas bibir (buah mulut) para da’inya untuk mengkamuflasekan hakekat dakwahnya yang sebenarnya memusuhi dakwah ini.

Sekarang –alhamdulillah- Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperjelas posisi mereka dalam memusuhi dakwah Tauhid.Si kabut telah sirna Jurang menganga tampak jelas di depan mata. Marilah kita memohon rahmat dan keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baiti Jannati (rumahku surgaku) atau…”Jalani” Jannati (jalananku surgaku)?!
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An Nur: 63)

“Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah mendapat
keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 71).

“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas..” (QS.Fathir:19-21)

“Adakah orang yang mengetahui, bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran” (QS.Ar-Ra’d:19)

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS.Al-Ahzab:36)

Firman Allah, artinya: “Maka apakah orang yang beriman, seperti orang yang fasik (kafir)?” (QS. As-Sajdah:18)
Artinya: “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu” (QS. Al-Jatsiyah:21)

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir sebagai walinya selain orang-orang mukmin. Barangsiapa yang mengerjakan demikian maka tidaklah dari Allah sedikitpun, kecuali kalau kamu takut dari mereka.” (QS. Ali Imran: 28)
Artinya: “Hanya saja wali-wali kalian adalah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat serta mereka ruku’. Barangsiapa yang berpaling dari Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman maka sesungguhnya hizbullah pasti akan menang.” (QS.Al Maidah: 55-56)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS. Al An’am:116)

“Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik” (QS. Al A’raf: 102)

“Islam pada mulanya dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya” (HSR. Muslim no.146)

“Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan diantara kamu benci pada kebenaran itu” (QS. Az-Zukhruf:78).


Senin, 11 Februari 2008

Definisi Retorika

Pengertian

Retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum (study retorika di Sirikkusa ibu kota Sislia Yunani abab ke 5 SM)
Retorika adalah memberikan suatu kasus lewat bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias, Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM)
Retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang tentang keterampilan, tentang menemukan sarana persuasif yang objectif dari suatu kasus (Aristoteles)
Study yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan saran dan pengobatannya (Richard awal abad ke 20-an)

Retorika adalah yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.

Latar belakang

Beberapa dimensi ideologi retorika

1. Dimensi filosofis kemanusiaan, dari dimensi ini, kita mengedepankan pemahaman dari sudut identitas (ciri pembeda) antara eksistensi.
Identitas pembedanya:
  •  antara makhluk manusia dengan selain manusia
  •  antara manusia yang berbudaya
  •  antara yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, pandangan hidup
2. Dimensi teknis, berbicara adalah sebuah teknik penggunaan symbol dalam proses interaksi informasi.
3. Dimensi proses penampakan diri atau aktualisasi diri. Berbicara itu adalah salah satu keperluan yang tidak bisa ditinggalkan
4. Dimensi teologis, menyampaikan ajaran agama sesuatu yang wajib (dakwah)

Tujuan

Tujuan retorika adalah persuasi, yang di maksudkan dalam persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap penutur (pendengar) akan kebenaran gagasan topic tutur (hal yang di bicarakan) si penutur (pembicara). Artinya bahwa tujuan retorika adalah membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur.

Salah Satu Bukti Kebenaran Al-Qur'an Dan Kebenaran Muhammad





Salju Telah Turun Di Dataran Arab Sebagai Salah Satu Tanda Datangnya
Hari Kiamat Sebagimana diberitakan oleh TV Arab Saudi dan diberitakan kembali oleh Nuansa Pagi RCTI (Selasa, 15 Januari 2002), bahwa pada Hari Minggu,tangga 13 January 2002, di Arab Saudi yang merupakan daerah gurun pasir yang sangat panas dimana matahari bersinar sepanjang hari, telah terjadi suatu fenomena alam yang langka, yaitu dengan turunnya salju dengan lebatnya.

Tepatnya di daerah Tabuk 1500 km dari Riyad (Ibukota Arab Saudi) ketebalan salju mencapai 20 cm, dan di Yordania suhu mencapi titik beku ( 0 derajat celcius).
Ternyata tahun-tahun terakhir ini di Jazirah Arab yang notabenenya gurun pasir panas, turunnya salju ini telah sering terjadi, tetapi hal ini ditutup-tutupi atau tidak dipublikasikan secara luas. Ada apa gerangan dengan terjadinya fenomena alam tersebut?.......Bagi umat Islam yang telah memahami ajaran Islam, turunnya salju di arab saudi ini bukan merupakan hal yang aneh, karena hal ini telah diterangkan oleh Nabi Muhammad 1400 tahun yang lalu. Ketika para sahabat menanyakan kepada Rasulallah mengenai kapan datangnya hari kiamat. Rasulallah menjawab, bahwa pengetahuan mengenai datangnya hari kiamat hanya ada pada sisi Allah.

Tetapi Allah telah memberitahukan tanda-tandanya kepada Rasulallah, antara lain sebagaimana diterangkan dalam salah satu Hadist Rasulallh:
"Hari Akhir tidak akan datang kepada kita sampai dataran Arab sekali lagi menjadi dataran berpadang rumput dan dipenuhi dengan sungai-sungai (HR Muslim)"
Dari Hadist Rasulallah di atas ada beberapa informasi yang didapat:
1. Informasi datangnya hari akhir / kiamat;
2. Dahulu kala dataran / jazirah Arab pernah menjadi padang rumput yang subur dan dipenuhi dengan sungai-sungai; dan
3.Nanti, dataran Arab sekalai lagi akan menjadi padang rumput dan dipenuhi dengan sungai-sungai, sebagai salah satu tanda datangnya hari kiamat.Jauh-jauh hari sebelum terjadinya turun salju di Arab Saudi dewasa ini sebagaimana diberitakan di atas, para ilmuan dari King Abdul Aziz University (Arab Saudi) bekerja sama dengan para ilmuan barat dan manca negara telah melakukan penelitian ilmiah mengenai fenomena-fenomena alam yang diterangkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Salah satunya mengkaji mengenai Hadist Rasulallah di atas.Kajian ini antara lain dilakukan bersama dengan seorang orientalis,Profesor Alfred Kroner, seorang ahli ilmu bumi (geologi) terkemuka dunia, dari Department Ilmu Bumi Institut Geosciences, Johannes Gutenburg University,Mainz, Germany. Ketika ditanyakan kepada Prof. Korner oleh para Ilmuan King Abdul Aziz sebagaimana diterangkan dalam Islam dan Sains hal. 25-26: Bagaimana Nabi Muhammad bisa mengetahui bahwa dahulu kala jazirah/dataran Arab merupakan padang rumput yang subur dan dipenuhi oleh sungai-sungai yang mengalir?.....

Karena Prof Korner tidak beriman kepada Al-Quran dan Al-Hadist, ia menjawab dengan tuduhan bahwa biasa saja Nabi Muhammad mengetahui hal tersebut dari kitab-kitab lama seperti Jabur,Tauret dan Injil yang sering menceritakan bahwa dulu di dataran Arab merupakan padang rumput yang subur dengan banyaknya cerita tentang para pengembala ternak, cerita-cerita tentang kebun anggur dan cerita-cerita tentang pemilik perkebunan yang subur yang sering diceritakan dalam kitab-kitab tersebut. Atau bisa jadi Nabi Muhammad menconteknya dari ilmuan-ilmuan dari Roma pada saat itu; Menanggapi tuduhan Prof. Korner tersebut, Ilmuan King Abdul Aziz, menjawab OK, anda bisa saja menuduh seperti itu, tapi apakah keadaan dataran Arab yang subur dahulu kala itu bisa dibuktikan secara ilmiah pada masa Nabi Muhammad hidup 1400 tahun yang lalu?....
Prof. Korner menjawab pada masa itu belum dapat dibuktikan,karena sains dan teknologinya tidak memungkinkan.
Apakah hal itu benar-benar terjadi dan dapat dibuktikan secara ilmiah dengan teknologi canggih dewasa ini?... Prof. Korner menjawab
ya!..
dahulu dataran Arab dipenuhi dengan kebun-kebun yang subur dan sunga-sungai yang mengalir, dan secara ilmiah keadaan tersebut dapat dibuktikan.Prof Korner menjelaskan bahwa dahulu selama Era Salju (Snow Age), kemudian Kutub Utara icebergs perlahan-lahan bergerang ke arah selatan sehingga
relatif berdekatan dengan Semenanjung Arab, pada saat itu iklim dataran Arab
berubah dan menjadi salah satu daerah yang paling subur dan hijau di muka
bumi. Ini merupakan fakta sains yang tidak bisa dibantah.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana Nabi Muhammad dapat mengetahui juga bahwa sekali lagi dataran Arab itu akan menjadi daerah yang subur dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai sebagai tanda datangnya hari
kiamat,padahal pada masa itu 1400 tahun yang lalu teknologinya belum
memungkinkan untuk mengetahui hal tersebut dan informasi tersebut satupun tidak
diterangkan baik dalam kitab-kitab terdahulu maupun dalam penelitian ilmuan-ilmuan Roma?....... Prof. Korner menjawab dengn malu-malu,bahwa Nabi Muhammad dapat mengetahui informasi itu pasti dari sesutu yang mengetahui betul mengenai alam ini (cuma Prof. Korner mengelak untuk mengatakan secara terus terang bahwa sebenarnya informasi itu datangnya dari Tuhan, Allah yang paling tahu tentang alam ini, karena Dia-lah yang telah menciptakan dan mengaturnya).
Dan apakah informasi yang dikabarkan Nabi Muhammad 1400 yang lalu bahwa sekali lagi dataran Arab itu akan menjadi daerah yang subur dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai benar-benar akan terjadi?.....
Prof.Korner menjawab dengan tegas ya!... karena sebenarnya proses itu sekarang
sedang terjadi. Era Salju Baru (New Snow Age) sebenarnya telah dimulai,sekali lagi sekarang salju di kutub Utara sedang merangkak/bergeser perlahan-lahan ke arah selatan mendekati Semenanjung Arab.Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta dan sains, dimana tanda-tanda itu nampak dengan jelas di dalam badai salju yang menghujani bagian utara Eropa dan Amerika setiap musim salju tiba. Dan sekarang terbukti bahwa salju telah beberapa kali turun di dataran Arab sebagaimana diberitakan TV Arab Saudi dan RCTI di atas.

Kejadian di atas merupakan salah satu bukti yang telah dijanjikan Allah bahwa firman-Nya yang disampaikan melalui Nabi Muhammad dalam Al-Quran dan Al-Hadist adalah benar datang dari Tuhan pencipta alam semesta ini,
yaitu Allah.Sebagaiman firman Allah:
"Al-Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Quran setelah beberapa waktu lagi" (QS. Shad :87-88)
Wahai umat manusia di dunia, apalagi yang yang menghalagi kita untuk
beriman bahwa: "Tiada Tuhan selaian Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah"....... padahal kebenarannya telah terbukti?........ dan hari
kiamat telah di depan mata???......
Masih banyak lagi kebenaran tentang fenomena alam yang diterangkan dalam
Al-Quran dan Al-Hadist yang dikabarkan 1400 tahun yang lalu yang baru
terbukti secara ilmiah melalui penelitian sains dan teknologi canggih selama bertahuan-tahun sampai sekarang ini. Seperti kejadian manusia yang diterangkan secara rinci dalam A-Quran yang baru terbukti secara ilmiah oleh ilmu kedokteran yang canggih dewasa ini, keterangan tentang tata surya,kejadian gunung-gunung, kejadian laut dan keberadaan mata air tawar di dasar laut asin yang dalam, keterangan tentang saraf manusia, dan masih banyak lagi.
Al-Quran merupakan mu'jizat terbesar yang diberikan Allah kepada
Nabi Muhammad dibandingkan dengan mu'jizat-mu'jizat lain yang diberikan
Allah kepada para nabi Allah yang lain. Mu'jizat merupakan salah satu
bukti yang diberikan Allah untuk membuktikan kepada umat manusia bahwa
seseorang yang diutus itu benar-benar merupakan nabi dan untusan Allah.

Mu'jizat diberikan Allah disesuaikan dengan tarap berfikir masyarakat pada masa seorang nabi diutus Allah kepada masyarakat terebut.Seperti
mu'jizat nabi-nabi beriktu ini: Dengan kekuasaan Allah Nabi Ibrahim AS
tidak mampu dibakar api, Nabi Musa AS dapat membelah laut merah dengan
tongkatnya, Nabi Isa AS dapat menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang
buta dll. Mu'jizat-mu'jizat tersebut dapat dengan mudah dilihat dan diketahu
oleh masyarakat pada masa itu tanpa harus melakukan penelitian dan pengetahuan yang canggih, karena dapat disaksikan dengan mata telanjang oleh orang-orang yang menyaksikannya. Tetapi mu'jizat tersebut hanya bias disaksikan pada masa itu saja dan tidak dapat dibuktikan kembali oleh masyarakat masa sekarang, masyarakat sekarang hanya bisa mengetahui, informasi tersebut dari firman-friman Allah dalam Kitab-kita-Nya.Karena memang nabi-nabi terdahulu diutus Allah terbatas hanya untuk masyarakatnya saja yang hidup pada masa itu saja.
Sementara Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir yang diuntus Allah untuk semua umat manusia di dunia sampai akhir zaman, sehingga mu'jizatnya yang terbesar berupa Al-Quran dapat dibuktikan oleh siapa saja kapan saja dan dimana saja sampai hari akhir, asalkan manusia mau mempelajari,mengkaji dan menelitinya.
Wallahu a'lam bish shawab.














Alat Penting Ghazwul Fikri

Alat Penting Ghazwul Fikri

Realitas suguhan acara televisi di negeri ini nyaris semuanya melanggar syari'ah Islam. Begitu pendapat Abdurrahman Al-Mukaffi dalam bukunya Kategori Acara TV dan Media Cetak Haram di Indonesia. Celakanya, ummat yang mayoritas ini seolah tidak berdaya menghadapi sergapan ghazwul fikri (perang pemikiran) yang dilancarkan musuh-musuh Islam lewat 'kotak ajaib' itu.

Abdurrahman membuat 10 kategori acara televisi dan media cetak yang merupakan bagian dari strategi ghazwul fikri, dan karenanya haram ditonton oleh kaum Muslim.

1. Membius pandangan mata. Banyak disuguhkan wanita-wanita calon penghuni neraka dari kalangan artis dan pelacur. Mereka menjadikan ruang redaksi bagaikan rumah bordil yang menggelar zina mata massal.

2. Pameran aurat. Saluran televisi berlomba-lomba menyajikan artis-artis, baik dengan pakaian biasa, ketat, pakaian renang, sampai yang telanjang. Penonton diajak untuk tidak punya rasa malu, hilang iman, mengikuti panggilan nafsu, dan menghidupkan dunia mimpi.

3. Membudayakan ikhtilat. Sekumpulan laki-laki dan wanita yang bukan muhrim, biasa bergumul jadi satu tanpa batas. Tayangan semacam ini tak ubahnya membuka transaksi zina.

4. Membudayakan khalwat. Kisah-kisah percintaan bertebaran di berbagai acara.

Frekuensi suguhan kisah-kisah pacaran dan kencan makin melegitimasi budaya khalwat.

5. Membudayakan tabarruj. Banyak pelaku di layar kaca yang mempertontonkan bagian tubuhnya yang seharusnya ditutupi, untuk dinikmati para pemirsa.

6. Mengalunkan nyanyian dan musik setan. Televisi banyak menyiarkan bait syair lagu berupa mantera zina yang diiringi alunan alat musik setan.

7. Menyemarakkan zina. Sajian dari luar negeri maupun lokal yang banyak menyertakan adegan peluk, cium, dan ranjang membuktikan bahwa televisi adalah corong zina. Aksi zina yang menyeluruh, baik zina mata, telinga, hati, lidah, tangan, kaki, dan kemaluan.

8. Mempromosikan liwath (homoseksual). Para artis dan selebritis yang mengidap penyakit homoseks dijadikan contoh gaya hidup modern dan high class. Kaum homo makin bebas berkeliaran dengan berlindung di bawah payung hak asasi manusia.

9. Menebarkan syirik. Televisi banyak mengekspos praktik pedukunan, mistik, ramalan, dan sihir yang dapat menghancurkan aqidah ummat.

10. Tenggelam dalam laghwun. Acara-acara yang tak ada manfaatnya banyak disuguhkan untuk pemirsa, misalnya gunjingan tentang kehidupan pribadi selebriti dan humor berlebihan, sehingga lupa mengerjakan hal-hal yang justru penting seperti dzikir kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala.
 
Realitas suguhan acara televisi di negeri ini nyaris semuanya melanggar syari'ah Islam. Begitu pendapat Abdurrahman Al-Mukaffi dalam bukunya Kategori Acara TV dan Media Cetak Haram di Indonesia. Celakanya, ummat yang mayoritas ini seolah tidak berdaya menghadapi sergapan ghazwul fikri (perang pemikiran) yang dilancarkan musuh-musuh Islam lewat 'kotak ajaib' itu.

Abdurrahman membuat 10 kategori acara televisi dan media cetak yang merupakan bagian dari strategi ghazwul fikri, dan karenanya haram ditonton oleh kaum Muslim.

1. Membius pandangan mata. Banyak disuguhkan wanita-wanita calon penghuni neraka dari kalangan artis dan pelacur. Mereka menjadikan ruang redaksi bagaikan rumah bordil yang menggelar zina mata massal.

2. Pameran aurat. Saluran televisi berlomba-lomba menyajikan artis-artis, baik dengan pakaian biasa, ketat, pakaian renang, sampai yang telanjang. Penonton diajak untuk tidak punya rasa malu, hilang iman, mengikuti panggilan nafsu, dan menghidupkan dunia mimpi.

3. Membudayakan ikhtilat. Sekumpulan laki-laki dan wanita yang bukan muhrim, biasa bergumul jadi satu tanpa batas. Tayangan semacam ini tak ubahnya membuka transaksi zina.

4. Membudayakan khalwat. Kisah-kisah percintaan bertebaran di berbagai acara.

Frekuensi suguhan kisah-kisah pacaran dan kencan makin melegitimasi budaya khalwat.

5. Membudayakan tabarruj. Banyak pelaku di layar kaca yang mempertontonkan bagian tubuhnya yang seharusnya ditutupi, untuk dinikmati para pemirsa.

6. Mengalunkan nyanyian dan musik setan. Televisi banyak menyiarkan bait syair lagu berupa mantera zina yang diiringi alunan alat musik setan.

7. Menyemarakkan zina. Sajian dari luar negeri maupun lokal yang banyak menyertakan adegan peluk, cium, dan ranjang membuktikan bahwa televisi adalah corong zina. Aksi zina yang menyeluruh, baik zina mata, telinga, hati, lidah, tangan, kaki, dan kemaluan.

8. Mempromosikan liwath (homoseksual). Para artis dan selebritis yang mengidap penyakit homoseks dijadikan contoh gaya hidup modern dan high class. Kaum homo makin bebas berkeliaran dengan berlindung di bawah payung hak asasi manusia.

9. Menebarkan syirik. Televisi banyak mengekspos praktik pedukunan, mistik, ramalan, dan sihir yang dapat menghancurkan aqidah ummat.

10. Tenggelam dalam laghwun. Acara-acara yang tak ada manfaatnya banyak disuguhkan untuk pemirsa, misalnya gunjingan tentang kehidupan pribadi selebriti dan humor berlebihan, sehingga lupa mengerjakan hal-hal yang justru penting seperti dzikir kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala.


 

Sabtu, 09 Februari 2008

Masalah Keorganisasian

Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut :
a. Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa : “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (I define organization as a system of cooperatives of two more persons)
b. James D. Mooney mengatakan bahwa : “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama)
c. Menurut Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
Dari beberapa pengertian organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu :
a. Orang-orang (sekumpulan orang),
b. Kerjasama,
c. Tujuan yang ingin dicapai,
Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.

Ciri-Ciri Organisasi

Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal,
b. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan,
c. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
d. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan,
e. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
Prinsip-Prinsip Organisasi

Prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya “Organization of Canadian Government Administration” (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :
1) Prinsip bahwa Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas,
2) Prinsip Skala Hirarkhi,
3) Prinsip Kesatuan Perintah,
4) Prinsip Pendelegasian Wewenang,
5) Prinsip Pertanggungjawaban,
6) Prinsip Pembagian Pekerjaan,
7) Prinsip Rentang Pengendalian,
8) Prinsip Fungsional,
9) Prinsip Pemisahan,
10) Prinsip Keseimbangan,
11) Prinsip Fleksibilitas,
12) Prinsip Kepemimpinan.

1) Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas.
Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya, organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.

2) Prinsip Skala Hirarkhi.
Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.

3) Prinsip Kesatuan Perintah.
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.

4) Prinsip Pendelegasian Wewenang.
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.

5) Prinsip Pertanggungjawaban.
Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.

6) Prinsip Pembagian Pekerjaan.
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
7) Prinsip Rentang Pengendalian.
Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.

8) Prinsip Fungsional.
Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.

9) Prinsip Pemisahan.
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.

10) Prinsip Keseimbangan.
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks) contoh ‘koperasi di suatu desa terpencil’, struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.

11) Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.

12) Prinsip Kepemimpinan.
Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.

Jenis-Jenis Organisasi

Pengelompokan jenis organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1. Berdasarkan jumlah orang yang memegang pucuk pimpinan.

(1) bentuk tunggal, yaitu pucuk pimpinan berada ditangan satu orang, semua kekuasaan dan tugas pekerjaan bersumber kepada satu orang. (2) bentuk komisi, pimpinan organisasi merupakan suatu dewan yang terdiri dari beberapa orang, semua kekuasaan dan tanggung jawab dipikul oleh dewan sebagai suatu kesatuan.

2. Berdasarkan lalu lintas kekuasaan.
Bentuk organisasi ini meliputi; (1) organisasi lini atau bentuk lurus, kekuasaan mengalir dari pucuk pimpinan organisasi langsung lurus kepada para pejabat yang memimpin unit-unit dalam organisasi, (2) bentuk lini dan staff, dalam organisasi ini pucuk pimpinan dibantu oleh staf pimpinan ahli dengan tugas sebagai pembantu pucuk pimpinan dalam menjalankan roda organisasi, (3) bentuk fungsional, bentuk organisasi dalam kegiatannya dibagi dalam fungsi-fungsi yang dipimpin oleh seorang ahli dibidangnya, dengan hubungan kerja lebih bersifat horizontal.

3. Berdasarkan sifat hubungan personal, yaitu ;
(1) organisasi formal, adalah organisasi yang diatur secara resmi, seperti : organisasi pemerintahan, organisasi yang berbadan hukum (2) organisasi informal, adalah organisasi yang terbentuk karena hubungan bersifat pribadi, antara lain kesamaan minat atau hobby, dll.

4. Berdasarkan tujuan.
Organisasi ini dapat dibedakan, yaitu : (1) organisasi yang tujuannya mencari keuntungan atau ‘profit oriented’ dan (2) organisasi sosial atau ‘non profit oriented ‘

5. Berdasarkan kehidupan dalam masyarakat, yaitu ;
(1) organisasi pendidikan, (2) organisasi kesehatan, (3) organisasi pertanian, dan lain lain.
6. Berdasarkan fungsi dan tujuan yang dilayani, yaitu :

(1) Organisasi produksi, misalnya organisasi produk makanan, (2) Organisasi berorientasi pada politik, misalnya partai politik (3) Organisasi yang bersifat integratif, misalnya serikat pekerja (4) Organisasi pemelihara, misalnya organisasi peduli lingkungan, dan lain lain.

7. Berdasarkan pihak yang memakai manfaat.
Organisasi ini meliputi; (1) Mutual benefit organization, yaitu organisasi yang kemanfaatannya terutama dinikmati oleh anggotanya, seperti koperasi, (2) Service organization, yaitu organisasi yang kemanfaatannya dinikmati oleh pelanggan, misalnya bank, (3) Business Organization, organisasi yang bergerak dalam dunia usaha, seperti perusahaan-perusahaan, (4) Commonwealth organization, adalah organisasi yang kemanfaatannya terutama dinikmati oleh masyarakat umum, seperti organisasi pelayanan kesehatan, contohnya rumah sakit, Puskesmas, dll