Penguasa Sosiologi Akhirnya Mundur
”...Pecat dan adili Ketua Jurusan Sosiologi Fisip Unhas...”
Entah dari mana asalnya. Tiba-tiba saja Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Unhas dihebohkan dengan munculnya sebuah surat kaleng. Isi dari surat kaleng tersebut menuntut pemecatan Ketua Jurusan Sosiologi RS (inisial).
Surat yang ditujukan ke Menteri Pendidikan itu menyatakan beberapa poin keluhan. Inti isi surat tersebut mengungkapkan sekelumit sifat dan ulah tak menyenangkan RS selama menjabat sebagai pimpinan jurusan. RS dianggap terlalu sombong dan otoriter. Pun, konon RS dikabarkan pernah menyobek KRS seorang mahasiswanya. Bukan hanya itu, pengurangan SKS tanpa alasan yang jelas, menyewakan beberapa fasilitas jurusan pada mahasiswa pun ia lakukan. Bahkan, tuduhan pelecehan seksual serta korupsi dana program S2 Sosiologi ikut pula menjadi deret poin pelengkap dalam surat tersebut.
Beredarnya surat kaleng tersebut juga diduga menjadi alat penguat diberhentikannya RS sebagai ketua jurusan. Ditemui di ruang kerjanya, Dekan Fisip Deddy T Tikson Ph D tak memungkiri jika RS telah resmi dicopot dari jabatannya. Hanya saja, Deddy enggan berkomentar banyak perihal apa yang menjadi dasar penonaktifan RS tersebut.
”Saya pikir tidak baik membicarakan keburukan orang,” ujarnya. Namun Deddy pun menolak jika pencopotan jabatan yang dilakukan kepada RS tanpa alasan. ”Pada dasarnya RS telah melakukan pelanggaran-pelanggaran, termasuk yang menyangkut akademik,” tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Disiplin (Komdis) Fisip telah beberapa kali melakukan sejumlah pemeriksaan dan konfirmasi dengan beberapa pihak. Alhasil, Komdis Fisip akhirnya melayangkan surat rekomendasi pencopotan jabatan Ketua Jurusan Sosiologi kepada dekan. Atas persetujuan dekan, surat ini dilanjutkan ke tingkat Komdis Universitas Hasanuddin. Dan ini berujung dengan dikeluarkannya SK Rektor No. 27/J04/P/2007 tertanggal 15/01/2007 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua Jurusan Sosiologi pada Fisip Unhas.
Meski Surat Keputusan Rektor perihal pemecatan RS telah dikeluarkan, RS ternyata belum sepenuhnya menerima keputusan itu. RS ketika ditemui tak banyak berkomentar. Ia hanya menyatakan telah mengajukan klarifikasi pencopotan jabatan itu pada rektor dan juga komdis universitas. Pun, ia menampik tuduhan surat kaleng itu. ”Saya mau berkomentar apa? Isi surat kaleng itu tidak benar,” tegasnya mengakhiri wawancara.
Seperti halnya Dekan Fisip, Ketua Komdis Universitas Muhammad Imran Arief SH Msi juga tak ingin menanggapi lebih jauh soal SK Rektor itu. ”Saya tidak mau menanggapi keputusan rektor. Itu sudah menjadi haknya. Saya selaku anggota Komdis hanya menyampaikan rekomendasi pencopotan dan rektorlah yang memberi putusan,” ujar Imran Arief. Diakui Imran, Komdis hanya menjalankan prosedur yang ada. Pihak Komdis menerima rekomendasi dari dekan dan sejumlah hasil pemeriksaan oleh Komdis Fakultas. Komdis melanjutkan pemeriksaan dan meminta kesaksian RS. Setelah itu, hasil pemeriksaan dibuat dalam bentuk rekomendasi. Berhubung Komdis bukan badan yudikatif yang menjatuhkan putusan, maka rekomendasi yang berisi permintaan pencopotan jabatan Ketua Jurusan Sosiologi itu diserahkan kepada rektor. Terakhir Rektor menyetujui rekomendasi itu dan dibuatlah keputusan berupa SK tentang pemberhentian dan pengangkatan Ketua Jurusan Sosiologi itu.
Imran Arief menjelaskan, beberapa hal yang dilakukan RS itu sudah cukup bagi Komdis mengajukan rekomendasi pencopotan. Salah satunya yaitu pengurangan jumlah SKS yang berlebihan. Ia menuturkan bahwa tidak cukup rumit untuk membuktikan hal itu. Pasalnya, pembuktian itu dapat dilihat dari data-data KRS mahasiswa yang ada sebelumnya. Dan ternyata, dari proses pemeriksaan, komdis fakultas membuktikan hal itu.
Mudah-mudahan, kasus ini dapat menjadi renungan bagi banyak pihak jika sikap sewenang-wenang kelak menjadi boomerang.
Ayh, Sky/Mch
Kamis, 24 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar